Senin, 31 Maret 2014

Bermain Ular Tangga



            Seperti biasa Toni, kepala cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Nanda, putra pertamanya yang baru duduk di kelas dua SD yang membukakan pintu. Ia tampaknya sudah menunggu cukup lama.
            “Kok belum tidur?” sapa Toni sambil mencium anaknya. Biasanya, Nanda memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang keluarga, Nanda menjawab,”Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Ayah?”
            “Kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi, ya?”
            “Ah, enggak. Pengen tahu aja.”
            “Oke, Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,00. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Jadi, gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo?”
            Nanda berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara Ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televise. Ketika Toni beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Nanda berlari mengikutinya.
            “Kalo satu hari Ayah dibayar Rp 400.000,00 untuk 10 jam, berarti satu jam Ayah digaji Rp 40.000,00 dong,” katanya.
            “Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kai, bobok,” perintah Toni. Tapi Nanda tak beranjak. Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian, Nanda kembali bertanya, “Ayah, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,00 enggak?”
            “Sudah, enggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Ayah capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah.”
            “Tapi, Ayah….” Kesabaran Toni habis.
            “Ayah bilang tidur!” hardiknya mengejutkan Nanda. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, Toni tampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Nanda di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Nanda didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 15.000,00 di tangan yang satu, dan mainan ular tangga di tangan lainnya. Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Toni berkata,”Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Nanda. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok kan bias. Jangankan Rp 5.000,00 lebih dari itu pun ayah kasih.”
            Tangis bocah itu langsung berhenti. Ia bangkit dan duduk sambil memandang ayahnya.
            “Ayah, aku enggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini.”
            “Iya, iya, tapi buat apa?” tanya Toni lembut.
            “Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu Ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,00. Tapi Ayah ‘kan bilang satu jam dibayar Rp 40.000,00, maka setengah jam harus Rp 20.000,00. Uang tabunganku kurang Rp 5.000,00. Makanya aku mau pinjam dari Ayah,” kata Nanda polos. Toni terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.


Alhamdulillah, insya Allah dan semoga tulisan di atas bermanfaat buat kita. Aamiin.