Kamis, 08 Mei 2014

Sepercik Cahaya Kehidupan Sang Nabi saw

Baginda Nabi Muhammad saw bersabda: 'Allah swt telah mendidikku dengan sebaik-baik didikan.'

Allah swt telah memberikan seluruh kunci-kunci perbendaharaan bumi, namun beliau saw enggan menerimanya dan lebih memilih kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia. Padahal kalau beliau saw menginginkan dunia, pastilah beliau saw menjadi orang yang paling bersyukur dan pasti beliau saw akan membelanjakan seluruh hartanya di jalan kerihaan Allah swt.

Disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa suatu hari, Baginda Rasulullah saw menangis. Melihat akan hal itu, maka para sahabat bertanya: 'Wahai junjunganku Rasulullah, hal apakah gerangan yang membuatmu menangis?'

Baginda Rasulullah saw menjawab:'Aku menangis karena aku merindukan saudara-saudaraku.'

Dengan penuh keheranan, para sahabat bertanya: 'Wahai Rasulullah, bukankah kami ini saudara-saudaramu?'

Lalu Baginda Rasulullah saw pun menjawab: 'Wahai sahabat-sahabatku, kalian adalah para sahabatku. Saudaraku adalah, suatu kaum yang akan datang sepeninggalku, mereka beriman kepadaku, padahal mereka tidak pernah melihatku.'

Lihatlah wahai saudaraku...Inilah kerinduan Baginda Rasulullah saw kepada kita seluruh umatnya. Ini adalah tangisan seorang kekasih Allah swt yang paling dikasihi-Nya kepada umat yang mungkin telah jauh dari sejarah kehidupan beliau saw.

Umat yang tidak lagi mengenal kehidupan beliau saw. Umat yang lebih sibuk dengan dirinya sendiri. Umat yang terlena dengan angan-angannya. Umat yang lebih memilih kehidupan dunia yang fana daripada menaruh rasa cinta kepada beliau saw.

Walaupun demikian, beliau saw begitu mengasihi, merindukan, memperhatikan serta menganggap kita sebagai bagian darinya, hingga menyebut kita dengan sebuah kata-kata yang sangat mulia dan kita sebagai umat sangat merasa tersanjung dengan kata-kata tersebut. Kata-kata itu adalah tatkala Baginda Rasulullah saw menyebut kita sebagai 'saudara.'

Saat Baginda Rasulullah saw wafat, Sahabat Bilal bin Rabah tampak begitu sangat sedih, hingga tak lagi berkenan mengumandangkan adzan, bahkan beliau ra pergi meninggalkan kota Madinah al-Munawwarah dan menetap di negeri Syam.

Baru beberapa tahun setelah itu, Sahabat Bilal ra didatangi oleh arwah suci Baginda Rasulullah saw melalui mimpi. Dalam mimpi tersebut Baginda Rasulullah saw berkata: 'Ketidak pedulian apa ini wahai Bilal? Telah tiba saatnya engkau datang mengunjungiku?'

Saat Sahabat Bilal ra terbangun, tanpa berfikir panjang, beliau ra pun memacu kudanya dengan sangat kencang dan menuju kota Madinah al-Munawwarah. Sesampainya di Madinah, Sayyidina Bilal langsung menuju pusara suci Baginda Rasulullah saw.

Saat itu, Sahabat Bilal ra duduk di samping pusara suci Rasulullah saw. Beliau hanya bisa menangis, menangis dan menangis...Beliau ra mengingat hari-hari bersama Rasulullah saw.

Bayangkan... Ini adalah sebuah ikatan yang bukan hanya ingin berjumpa dengan beliau saw. Akan tetapi ikatan seorang sahabat, saudara, ikatan seorang yang telah dibebaskan perbudakan dan mengangkat derajatnya hingga menjadi seorang mu'adzin di kota Madinah. Sebuah ikatan yang benar-benar kuat.

Saat itu Sahabat Bilal ra terus menangis hingga beliau melihat Sayyidina Hasan ra dan Sayyidina Husein ra, lalu memeluk serta menciumi keduanya. Kemudian dengan berlinang air mata, Sayyidina Hasan ra dan Sayyidina Husein ra meminta Sahabat Bilal ra untuk mengumandangkan adzan. Maka dengan penuh ta'dzim dan rasa hormat, Sahabat Bilal ra memenuhi permintaan kedua cucu kecintaan Rasulullah saw ini.

Ketika datang waktu shalat, Sahabat Bilal ra pun mengumandangkan adzan. Dan inilah adzan yang pertama kali dikumandangkannya sepeninggal Baginda Rasulullah saw. Ketika penduduk kota Madinah mendengar suara adzan yang dikumandangkan oleh Sahabat Bilal ra, mereka berlarian menuju masjid. Mereka teringat masa-masa indah yang pernah mereka lewati bersama Rasulullah saw.

Sebagian wanita-wanita Madinah berteriak histeris. Mereka mengatakan: 'Rasulullah hidup kembali, Rasulullah hidup kembali.' Semua penduduk Madinah menangis, sehingga pada waktu itu hujan tangis membasahi kota Madinah al-Munawwarah. Sehingga hal itu membuat Sahabat Bilal ra jatuh pingsan dan tidak dapat kembali melanjutkan kumandang adzannya.

Wahai saudaraku...
Pernahkah di waktu kita merindukan Rasulullah saw, lalu menetes air mata di pipi kita?

Lihatlah wahai saudaraku...
Perasaan yang pernah ada di hati para Sahabat terhadap sosok Rasulullah saw?

Apakah kita juga dapat merasakan yang para Sahabat rasakan?

Padahal bukankah kita juga sebagai umatnya?
Namun mengapa kecintaan kita terhadap beliau saw tidak seperti mereka?

Masihkah perasaan cinta dan rindu terhadap para kekasih Allah swt tersisa di dalam hati kita?

Ataukah bagi kita Rasulullah saw hanyalah seorang nabi yang pernah hidup 1.400 tahun yang lalu dan tidak berarti apa-apa?

Baginda Nabi Muhammad saw bersabda: 'Setiap nabi memiliki satu do'a yang mustajab dan seluruh nabi telah memohon dengannya. Sedangkan aku menyimpannya sebagai syafa'at bagi umatku di hari kiamat kelak.'

Andaikan kita diberikan satu do'a yang mustajab, maka do'a apakah yang akan kita panjatkan?

Renungkanlah... Bagaimanakah mulianya insan yang dikaruniai satu do'a yang mustajab, namun beliau saw tidak memikirkan dirinya, akan tetapi ia hanya memikirkan umatnya.

Semoga bermanfaat. Aamiin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar